Mendorong Kewirausahaan Pemuda untuk Mencapai Indonesia Emas 2045

Oleh : Deva Febriyantina Jaya (AE47 )



 Abstrak

Indonesia Emas 2045 adalah cita-cita utama rakyat Indonesia untuk mencapai status negara maju saat merayakan seratus tahun kemerdekaannya. Salah satu faktor utama pencapaiannya adalah melalui pengembangan kewirausahaan, khususnya di kalangan pemuda sebagai penggerak inovasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja. Artikel ini mengulas peran penting kewirausahaan di kalangan pemuda dengan merujuk pada kerangka konseptual kewirausahaan, perkembangan sejarah, karakteristik kompetensi pengusaha yang berhasil, serta dampaknya terhadap pembangunan ekonomi negara. Masalah utama yang dihadapi meliputi rendahnya tingkat literasi kewirausahaan, kurangnya akses ke permodalan, dan tantangan dalam beradaptasi dengan digital. Pembahasan menekankan signifikansi penguatan kapasitas anak muda lewat pendidikan kewirausahaan, dukungan ekosistem digital, dan kolaborasi antar sektor. Artikel ini menyatakan bahwa kewirausahaan kaum muda merupakan pendorong menuju Indonesia Emas 2045 dengan syarat diterapkannya strategi nasional yang berkelanjutan.


Kata Kunci: Kewirausahaan, Generasi Muda, Inovasi, Indonesia Emas 2045, Ekonomi Digital


Pendahuluan

    Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu kekuatan ekonomi global pada tahun 2045, berbarengan dengan seratus tahun kemerdekaan. Untuk mewujudkan visi “Indonesia Emas 2045”, diperlukan pendekatan pembangunan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Salah satu elemen kunci adalah kewirausahaan, yang selain menciptakan lapangan pekerjaan, juga mempercepat perubahan ekonomi nasional. 

    Pemuda yang merupakan kelompok demografi terbesar di Indonesia memiliki posisi penting dalam proses ini. Dengan sifat yang energik, adaptif, dan paham teknologi, generasi muda diharapkan menjadi penggerak inovasi serta pencipta nilai tambah baru dalam ekonomi. Akan tetapi, tantangan signifikan masih ada, seperti terbatasnya akses modal, rendahnya tingkat pemahaman kewirausahaan, serta kesenjangan digital di berbagai daerah. 

    Artikel ini bertujuan menganalisis bagaimana kewirausahaan generasi muda dapat mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045, dengan merujuk pada kerangka teoritis kewirausahaan, pengalaman sejarah, dan dinamika modern di era digital. 

Permasalahan

Beberapa tantangan yang dihadapi pemuda dalam mengembangkan kewirausahaan di Indonesia cukup kompleks dan beragam, diantaranya:

1. Mengapa jumlah wirausaha muda di Indonesia masih rendah?

2.  Apa saja tantangan utama yang dihadapi pemuda dalam mengembangkan usaha? 

3. Bagaimana strategi yang dapat mendorong kewirausahaan pemuda menuju Indonesia Emas 2045?

Pembahasan

1. Rendahnya Jumlah Wirausaha Muda di Indonesia

    Rasio wirausaha muda Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, rasio kewirausahaan Indonesia baru sekitar 3–3,5%, sedangkan negara maju umumnya berada di atas 5%. Rendahnya minat berwirausaha tidak terlepas dari faktor budaya kerja yang masih condong pada orientasi mencari pekerjaan formal. Banyak pemuda yang lebih memilih menjadi pegawai negeri sipil, karyawan BUMN, atau pekerja sektor formal karena dianggap lebih aman dan bergengsi. Hal ini sejalan dengan konsep need for security yang dijelaskan McClelland (1961), di mana sebagian individu lebih memilih stabilitas dibandingkan mengambil risiko.

    Selain faktor budaya, stigma sosial juga memengaruhi. Di banyak keluarga, wirausaha masih dianggap sebagai pilihan "terakhir" jika jalur pendidikan formal tidak berhasil menghasilkan pekerjaan bergaji tetap. Minimnya figur role model pengusaha muda yang sukses di tingkat lokal membuat wirausaha tidak tampak sebagai karier yang menarik. Padahal, kehadiran figur inspiratif dapat meningkatkan motivasi generasi muda untuk menekuni dunia usaha. Misalnya, munculnya tokoh muda di sektor startup digital semestinya dapat menjadi contoh nyata bahwa kewirausahaan bisa memberi kontribusi signifikan bagi perekonomian.

    Di sisi lain, faktor psikologis turut berperan. Banyak pemuda menganggap berwirausaha adalah pekerjaan penuh risiko dengan ketidakpastian hasil. Risiko kegagalan dianggap lebih besar daripada peluang keberhasilan, sehingga menurunkan minat untuk mencoba. Padahal, literatur manajemen menekankan bahwa kegagalan merupakan bagian dari proses pembelajaran dalam membangun bisnis yang berkelanjutan. Dengan kata lain, rendahnya jumlah wirausaha muda di Indonesia merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor budaya, sosial, psikologis, dan struktural.

2. Tantangan yang Dihadapi Pemuda dalam Berwirausaha

    Permasalahan kedua terkait dengan berbagai tantangan konkret yang dihadapi pemuda dalam mengembangkan usaha. Tantangan ini tidak hanya menyangkut faktor internal, tetapi juga eksternal yang berhubungan dengan regulasi, akses sumber daya, serta dinamika pasar global.

  • Akses Permodalan Terbatas.
Permodalan menjadi kendala utama bagi wirausaha muda. Sebagian besar pemuda tidak memiliki aset atau jaminan untuk mengakses pinjaman dari bank. Skema pembiayaan yang ada, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), sering kali mensyaratkan dokumen dan prosedur yang sulit dipenuhi oleh pengusaha pemula. Akibatnya, banyak usaha kreatif berhenti di tahap ide tanpa bisa berkembang menjadi bisnis nyata.

  • Kurangnya Literasi Kewirausahaan.
Sebagian besar pemuda tidak dibekali pengetahuan manajerial yang memadai. Kelemahan terlihat pada aspek perencanaan bisnis, pengelolaan keuangan, strategi pemasaran, hingga inovasi produk. Dalam konteks era digital, literasi kewirausahaan juga mencakup kemampuan memanfaatkan media sosial, e-commerce, dan teknologi finansial. Minimnya pelatihan formal maupun nonformal membuat pemuda sulit bersaing dengan pelaku usaha yang lebih berpengalaman.

  • Regulasi dan Ekosistem Usaha.
Birokrasi yang berbelit dan regulasi yang kurang ramah bagi usaha rintisan menjadi hambatan tambahan. Proses perizinan yang panjang serta ketidakpastian regulasi sering membuat wirausaha muda enggan untuk memulai. Drucker (1985) menekankan pentingnya lingkungan bisnis yang mendukung inovasi, karena tanpa itu, semangat kewirausahaan sulit berkembang.

  • Persaingan Global.
Pemuda tidak hanya bersaing dengan pelaku usaha lokal, tetapi juga menghadapi tekanan dari produk impor yang lebih kompetitif, baik dari sisi harga maupun kualitas. Globalisasi perdagangan menuntut pengusaha muda untuk memiliki daya saing yang tinggi, termasuk kemampuan mengikuti tren, mengadopsi teknologi baru, serta menjaga standar kualitas produk.

Keseluruhan tantangan ini menunjukkan bahwa meskipun potensi kewirausahaan pemuda Indonesia sangat besar, berbagai hambatan struktural dan kapasitas individu masih menjadi penghalang untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

3. Strategi Mendorong Kewirausahaan Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045

    Untuk menjawab tantangan di atas, diperlukan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai aktor: pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan komunitas. Strategi ini harus dirancang tidak hanya untuk menumbuhkan jumlah wirausaha muda, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas dan keberlanjutan usaha yang mereka jalankan.

  • Pendidikan dan Literasi Kewirausahaan.
Kewirausahaan perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan, baik di tingkat sekolah menengah, perguruan tinggi, maupun lembaga vokasi. Pendidikan formal ini dapat dilengkapi dengan pelatihan berbasis praktik, misalnya melalui program studentpreneur atau business incubator. Tujuannya agar pemuda tidak hanya memahami teori kewirausahaan, tetapi juga terampil mengelola usaha secara nyata.

  • Dukungan Pemerintah dan Kebijakan Publik.
Pemerintah dapat mengambil peran aktif melalui kebijakan yang ramah pemuda, seperti penyederhanaan prosedur perizinan, pemberian insentif pajak untuk usaha rintisan, serta peningkatan akses pembiayaan. Skema pendanaan alternatif seperti venture capital, crowdfunding, dan angel investor juga perlu dikembangkan agar wirausaha muda memiliki lebih banyak pilihan sumber modal.

  • Penguatan Ekosistem Digital.
Era digital membuka peluang besar bagi wirausaha muda untuk masuk ke pasar global. Pemanfaatan platform e-commerce, media sosial, dan digital marketing dapat menjadi sarana efektif untuk memperluas jangkauan pasar. Selain itu, pelatihan literasi digital sangat penting agar pemuda mampu memanfaatkan teknologi secara maksimal, baik dalam pemasaran, manajemen keuangan, maupun inovasi produk.

  • Mentorship dan Inkubasi Bisnis.
Inkubator bisnis yang melibatkan kolaborasi universitas, pemerintah, dan sektor swasta terbukti efektif membantu wirausaha muda melewati fase awal usaha. Melalui program mentorship, pemuda bisa mendapatkan arahan langsung dari praktisi yang berpengalaman. Hal ini tidak hanya mengurangi risiko kegagalan, tetapi juga mempercepat pertumbuhan usaha rintisan.

  • Perubahan Mindset.
Akhirnya, strategi penting yang tidak boleh dilupakan adalah perubahan mindset. Kewirausahaan perlu dipandang bukan sekadar alternatif, tetapi sebagai pilihan karier strategis. Kampanye publik, pameran kewirausahaan, serta promosi kisah sukses wirausaha muda dapat meningkatkan persepsi positif masyarakat terhadap profesi wirausaha. Dengan cara ini, semakin banyak pemuda yang berani mengambil risiko untuk menciptakan usaha yang berdampak sosial dan ekonomi.

Studi Kasus: Program Inkubasi Bisnis untuk Penguatan Wirausaha Muda di Kota Surakarta

Kota Surakarta, sebagai salah satu kota besar di Provinsi Jawa Tengah, memiliki potensi besar dari generasi muda, terutama generasi Z yang mendominasi populasi sekitar 29,92%. Untuk mengembangkan potensi tersebut, Program Inkubasi Bisnis Youth Entrepreneur secara khusus diinisiasi untuk menguatkan kewirausahaan di kalangan pemuda.

Program ini memberikan pendampingan intensif kepada para peserta mulai dari tahap pengembangan ide bisnis hingga pelaksanaan usaha. Metode pengumpulan data dalam studi ini menggunakan wawancara mendalam dengan para wirausaha muda yang mengikuti program, pengamatan kegiatan, serta analisis dokumen dan pelatihan bisnis.

Temuan menunjukkan bahwa para peserta mendapatkan dukungan signifikan dalam bentuk akses sumber daya, pelatihan keterampilan praktis, dan perluasan jaringan bisnis. Selain itu, program ini juga berhasil meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan manajerial wirausaha muda. Banyak peserta yang mampu mengembangkan bisnisnya dan menghasilkan produk secara konkret setelah mengikuti program ini.

Dukungan mentor tidak hanya sebatas teknis bisnis, tetapi juga mencakup aspek emosional dan psikologis yang membantu peserta menghadapi tantangan kewirausahaan, meningkatkan motivasi, serta mengatasi rasa takut mengambil risiko. Sebagian peserta bahkan melaporkan keberhasilan dalam memperkenalkan produk baru dan mengelola ketidakpastian pasar secara lebih percaya diri.

Program Inkubasi Bisnis ini menjadi contoh konkret bagaimana dukungan terstruktur dan komprehensif dapat mendorong keberhasilan wirausaha muda. Hal ini juga menjadi dasar rekomendasi penting agar program serupa dapat dikembangkan dan disebarluaskan lebih luas di masa depan untuk mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Kewirausahaan pemuda merupakan salah satu pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Pemuda memiliki energi, kreativitas, dan kemampuan adaptasi yang kuat untuk menciptakan inovasi, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing nasional di era global. Namun, tantangan seperti literasi kewirausahaan rendah, keterbatasan permodalan, dan kesenjangan digital perlu segera diatasi melalui strategi nasional yang terintegrasi.

Saran

  1. Pendidikan Kewirausahaan: Integrasi kurikulum kewirausahaan sejak sekolah hingga perguruan tinggi.

  2. Akses Permodalan: Pemerintah dan lembaga keuangan perlu memperluas program kredit atau pembiayaan berbasis startup muda.

  3. Ekosistem Digital: Perluasan infrastruktur internet dan pelatihan literasi digital di seluruh wilayah Indonesia.

  4. Kolaborasi Multi-Sektor: Kemitraan antara pemerintah, swasta, akademisi, dan komunitas pemuda untuk mendukung ekosistem kewirausahaan.

  5. Inkubasi dan Mentoring: Penyediaan program inkubasi bisnis untuk mendampingi wirausaha muda dari tahap ide hingga ekspansi pasar global.


Daftar Pustaka 

Menteri Koperasi dan UKM. (2025). "Mentri UMKM Pede Rasio Kewirausahaan Bisa Capai 3,20% pada 2025." Seputar Keuangan. Diakses dari:  https://seputarkeuangan.com/blog/2025/menteri-umkm-pede-rasio-kewirausahaan-bisa-capai-3-20-pada-2025 

Drucker, P. F. (1985). Innovation and Entrepreneurship. New York: Harper & Row.

McClelland, D. C. (1961). The Achieving Society. Princeton: Van Nostrand.

Departemen Koperasi dan UKM. (2025). Strategi Penguatan Ekosistem Kewirausahaan di Indonesia. Jakarta: Departemen Koperasi dan UKM. 

Noriska, NKS.(2025). "Penguatan wirausaha Muda melalui Progra, Inkubasi Bisnis Youth Entrepreneur di Kota Surakarta." Jurnal Administrasi Bisnis Jamsi, 15(1), 50-60.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. (2025). Pemerintah Perkuat Ekosistem Kewirausahaan yang Berorientasi pada Nilai Tambah dan Pemanfaatan Teknologi. Jakarta: Kemenko Perekonomian. Diakses dari:  https://ekon.go.id/publikasi/detail/3677/pemerintah-perkuat-ekosistem-kewirausahaan-yang-berorientasi-pada-nilai-tambah-dan-pemanfaatan-teknologi

Comments

Popular Posts